Minggu, 19 Desember 2010

Seksualitas: Halal dan Haram

Halal dan haram, gadis itu hanya terdiam tatkala perbuatannya terhakimi dengan kata haram. Ia sangat paham apa yang disebut halal dan haram dalam kepercayaanya yang telah ditelan semenjak kecil. Namun sang gadis tak mampu menghindari kenikmatan dari perbuatannya, yah akhirnya ia memutuskan melakukan hubungan seksual di luar nikah yang disebut haram, lalu ia terjerembab kedalam dosa yang dipercayainya.

Mengapa disebut haram, sebenarnya sang gadis tak menyelaminya, ia berusaha menjalankan keyakinan itu dengan peraturan jelas, yakni penggolongan mana yang harus dilakukan dan yang tak sepantasnya dilakukan. Antara dosa dan pahala. Antara neraka dan surga. Perbuatan gadis itu sebenarnya adalah hal yang alamiah sebagai manusia, namun mengapa hal yang manusiawi harus dirumitkan dengan pernikahan, halal, haram, dosa. Jika dikatakan bahwa semuanya telah tertulis menjadi dogma, ada sedikit perasaan yang mengganjal tentang pertanyaan-pertanyaan kepada Tuhan mengenai seksualitas. Namun Tuhan hanya diam.

Sedikit membingungkan dalam benak saya, tentang kegundahan sang gadis dimana perbuatannya terhakimi oleh dosa yang diyakininya sendiri. Tak mungkin Tuhan menurunkan larangan dan perintah tanpa konsep yang kuat untuk membimbing manusia agar hidupnya teratur dan tak terjebak kedalam permasalahan yang terlalu rumit. Itulah rahasia Tuhan, konsep yang disusunnya tak serta merta akan menjadi semena-mena untuk manusia yang diciptakannya sendiri menjadi makhluk yang tersebut paling sempurna. Dengan sedikit otak yang mampu berpikir ini, bolehkah saya meraba konsep-Mu tersebut sebagai hipotesa pribadi tentang haram dan halal yang mengerucut pada seksualitas.

Dalam kajian heteronormativitas, seksualitas adalah kegiatan yang melibatkan organ genital antara laki-laki dan perempuan. Ketika manusia mulai berkembang menjadi dewasa, ditandai dengan fungsi siklus perkembangan organ genital, dimana sistem organ tersebut mengirimkan implus ke otak untuk memenuhi kegiatannya, yakni berupa libido. Namun manusia yang telah dewasa secara sistem genital belumlah dapat dikatakan dewasa secara sistem mental. Sistem mental inilah yang lebih rumit, menentukan apakah seseorang siap menghadapi permasalahan hidup. Sedangkan untuk mengembangkan diri menjadi pribadi yang bermental kuat, tentunya membutuhkan proses yang tak sedikit, memerlukan pengalaman serta penggalian ilmu. Keyakinan saya, Tuhan Yang Maha Mengetahui sangat menyangi makhluk ciptaanNya dan tak ingin makhlukNya tersebut berada dalam lingkaran permasalahan yang sulit, sehingga Ia menciptakan halal dan haram untuk kegiatan manusia yang alamiah ini, yakni dengan batasan pernikahan.

Betapa rumitnya jika saya bayangkan kehidupan tanpa pernikahan, yang mengikat dua manusia untuk saling setia dan menghargai. Manusia akan semena-mena mencari kenikmatan seksualitas tanpa menghargai obyek seksual tersebut. Yah, tepatnya hanya menginginkan sex dan tak menerima seutuhnya pasangan sex. Sungguh sangat menyakitkan, jika orang lain menginginkan saya hanya karena kelamin bekala, padahal kelamin saya seutuhnya adalah bagian dari tubuh saya, yang juga memiliki rasa atas jiwa yang ada. Dan sangat mengerikan jika, manusia-manusia baru muncul akibat hubungan seksual yang hanya mencari kenikmatan, andaikata calon makhluk baru tersebut terselamatkan karena tak digugurkan, dan mendapat pelegalan ikatan pernikahan oleh orangtua mereka, satu tantangan calon makhluk itu, apakah ia akan terpenuhi kehidupannya karena bentuk kesiapan mental orangtuanya, yakni dalam ruang finansial. Yah, mungkin itu permasalah yang rumit yang mampu saya urai dan saya yakin masih banyak permasalahan yang akan muncul, seperti penyakit akibat hubungan seksual dan lain sebagainya.

Dan bagi diri saya sebagai manusia yang tersebut menjadi makhluk sempurna dan dikarunia kecerdasan, dan dengan ditemukannya teknologi. Saya tahu bahwa sistem genital saya telah berkembang dan selalu mengirimkan impuls ke otak untuk memenuhi hasrat seksual. Saya ber-seksualitas sebagai manusia biasa. Hasrat tersebut jika saya represi, hanya menumbuhkan pikiran-pikaran yang dipenuhi fantasi karena represi libido. Dan itu sangat mengganggu alam bawah sadar saya. Namun saya sangat paham dengan akibat seksualitas. Pertanyaannya, mengapa saya tak menikah saja, dan saya belum mau menikah karena masalah finansial, saya mempunyai satu pasangan seksual, dan saya tak hanya mencari kenikmatan belaka karena obyek seksual saya riil dan seutuhnya manusia yang memiliki jiwa. Untuk itu saya sangat menghargainya, sebagaimana ia akan menghargai saya. Dengan adanya teknologi saya memanfaatkan untuk terhindar dari masalah ketidaksiapan ketika munculnya makhluk baru dalam rahim saya. Saya menghargai mono-komitmen seksualitas, hanya dilakukan oleh dua manusia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar